Kita diperintahkan shalat pada waktunya dan diperintahkan menjaga shalat wustha (shalat Ashar).
Riyadhus Sholihin, Kitab Al-Fadhail, Bab 193. Perintah Menjaga Shalat Wajib dan laranagn serta Ancaman yang Sangat Keras bagi yang Meninggalkannya
Allah Ta’ala berfirman,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah: 238)
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ
“Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (QS. At-Taubah: 5)
Hadits #1074
وَعَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : (( الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا )) قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : (( بِرُّ الوَالِدَيْنِ )) قُلْتُ : ثُمَّ أيٌّ ؟ قَالَ : (( الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada orang tua.” Aku berkata lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (Muttafaqun ‘alaih). [HR. Bukhari, no. 7534 dan Muslim, no. 85]
Faedah Ayat dan Hadits
1- Allah memerintahkan untuk menjaga shalat pada waktunya.
2- Allah memerintahkan untuk menjaga shalat wustha. Yang dimaksud menjaga shalat wustha adalah menjaga shalat Ashar, menurut pendapat yang paling kuat.
3- Surah At-Taubah ayat kelima menunjukkan bahwa siapa saja yang bertaubat lalu beriman pada Allah dan Rasul-Nya, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat, maka telah aman darah dan hartanya.
4- Rukun Islam yang paling utama adalah shalat setelah itu zakat. Namun zakat ini barulah diterima kalau seseorang mengerjakan shalat.
5- Imam Nawawi membawakan surah At-Taubah ayat kelima dalam Bab ke-49 dari kitab Riyadhus Sholihin dengan memberikan judul bab “Menjalankan hukum pada manusia sesuai lahiriyahnya. Sedangkan keadaan batin (hati) diserahkan kepada Allah Ta’ala.”
6- Shalat paling afdhal adalah pada awal waktu, namun dikecualikan dua shalat:
a- Shalat Isya’ -menurut jumhur atau mayoritas ulama- disyariatkan diakhirkan. Ini ditujukan bagi orang yang shalat sendirian atau mereka yang berjamaah namun atas kesepakatan mereka, yaitu diakhirkan hingga akhir sepertiga malam pertama atau sebelum pertengahan malam.
b- Shalat Zhuhur ketika cuaca begitu panas, disunnahkan untuk diakhirkan hingga cuaca tudak terlalu panas, yang penting sebelum masuk waktu Ashar.
Mengenai shalat pada awal waktu disebutkan dalam hadits dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol. Beliau pun menjawab, “Shalat pada awal waktunya.” (HR. Abu Daud, no. 426. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
7- Hak Allah yang paling utama setelah bertauhid adalah shalat.
8- Hak sesama manusia yang paling utama adalah berbakti kepada orang tua.
9- Jihad di jalan Allah adalah pengorbanan yang paling utama.
Waktu-Waktu Shalat
Mengenai waktu-waktu shalat disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Waktu Zhuhur dimulai saat matahari tergelincir ke barat (waktu zawal) hingga bayangan seseorang sama dengan tingginya dan selama belum masuk waktu ‘Ashar. Waktu Ashar masih terus ada selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah selama cahaya merah (saat matahari tenggelam) belum hilang. Waktu shalat ‘Isya’ ialah hingga pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah mulai terbit fajar (shodiq) selama matahari belum terbit. Jika matahari terbit, maka tahanlah diri dari shalat karena ketika itu matahari terbit antara dua tanduk setan. ” (HR. Muslim, no. 612)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jibril ‘alaihis salam pernah mengimamiku di rumah dua kali. Pertama kali, ia shalat Zhuhur bersamaku ketika matahari bergeser ke barat dan saat itu panjang bayangan sama dengan panjang tali sandal. Lalu beliau shalat ‘Ashar bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Kemudian beliau melaksanakan shalat Maghrib bersamaku ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ bersamaku ketika cahaya merah saat matahari tenggelam hilang. Kemudian beliau shalat Fajar (shalat Shubuh) bersamaku ketika telah haram makan dan minum bagi orang yang berpuasa. Kemudian esok harinya, ia shalat Zhuhur bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Lalu ia shalat ‘Ashar bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan dua kali panjang benda. Kemudian beliau shalat Maghrib ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu beliau shalat ‘Isya’ hingga sepertiga malam. Kemudian ia shalat Shubuh bersamaku setelah itu waktu isfaar. Kemudian ia berpaling padaku dan berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat sebagaimana waktu shalat para nabi sebelum engkau. Batasan waktunya adalah antara dua waktu tadi.” (HR. Abu Daud, no. 393 dan Ahmad, 1:333. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.)
Meninggalkan Shalat Ashar
Dari Burairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya.” (HR. Bukhari, no. 594).
Ibnul Qayyim berkata, “Yang nampak dari hadits, meninggalkan amalan itu ada dua macam. Pertama, meninggalkan secara total dengan tidak pernah mengerjakan shalat sama sekali, maka ini menjadikan amalnya batal seluruhnya. Kedua, meninggalkan pada hari tertentu, maka ini menjadikan amalnya batal pada hari tersebut. Jadi karena meninggalkan secara umum, maka amalnya batal secara umum. Lalu meninggalkan shalat tertentu, maka amalnya batal pada hari tertentu.” (Ash-Shalah, hlm. 59)
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:357; 1:420;2:247.
- Meninggalkan Shalat, Lebih Parah daripada Selingkuh dan Mabuk. Cetakan Pertama, Tahun 1438 H. Muhammad Abduh Tuasikal. Penerbit Rumaysho.
—
Disusun di Perpus Rumaysho, 28 Muharram 1439 H, Rabu pagi
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com